Minggu, 17 Maret 2013

Bagaimana Penalaran Digunakan Dalam Proses Berbahasa

Berpikir/bernalar sebagai proses bahasa
Berbahasa memerlukan kegiatan berpikir. Sebelum berbahasa kita pasti berpikir karenanya tak salah jika mengatakan bahwa berbahasa identik dengan berfikir. Bernalar adalah proses berfikir sistematis untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan baik bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Bernalar akan membantu manusia berfikir lurus, efisien, tepat dan teratur. Bernalar dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam segala aktivitas (berfikir ataupun bertindak) manusia mendasarkan diri pada prinsip bernalar. Bernalar mengarah pada berfikir benar, lepas dari berbagai prasangka dan emosi dan keyakinan seseorang, karena bernalar mendidik manusia bersikap objektif, tegas, dan berani. Semua tadi merupakan sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

 Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
Jika dipanaskan, logam memuai.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup. 
Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen. Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis. Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
  • Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
  • Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Silogisme Sebagai Bentuk Hasil Penalaran Deduktif
Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan-pernyataan (proposisi yang kemudian disebut dengan premis) sebagai anteseden (pengetahuan yang sudah dipahami) hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan (keputusan baru) sebagai konklusi atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan proporsi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga penalaran kitabenar dan dapat dierima nalar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep-konsep berikut ini :
1.     Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyataan kedua disebut premis minor.
2.     Dalam silogisme hanya terdapat tiga term (batasan), yaitu term satu yaitu predikat dalam premis mayor, term dua yaitu predikat dalam premis minor dan term tiga yaitu term yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor.
3.     Dalam silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4.     Bila keduapermis negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
5.     Bila salah satunya premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6.     Bila salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7.     Kedua premis tidak boleh partikular.


1.     PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B


Macam-macam silogisme
Silogisme dapat dibedakan menjadi tiga yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, dan silogisme alternatif. Namun, bisa juga dibedakanmenjadi dua yang lain yakni silogisme kategorial dan silogisme tersusun.
1.     Silogisme kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
2.     Silogisme tersusun
Dalam praktik kehidupan sehari-haribentuk dliogisme diatas (kategorial) sering tidak diikuti sebagai mestinya, melainkan diambil jalan pintas demi lancar dan cepatnya komunikasi antarpihak. Berikut ini bentuk-bentuk yang dimaksud, yang sebenarnya merupakan perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial. Silogisme ini dapat dibedakan dalam tiga golongan yakni epikherema, entimem, dan sorites.
·        Epikherema
Merupakan jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu premisnya atau keduannya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambah keterangan sebab:penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun pembuktian keberadaannya.
Perhatikan contoh berikut :
Semua pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak milik bersama dan menomorduakan kepentingan pribadinya.
Semua orang nasionalis adalah pejuang sebab mereka senantiasa bekerjatanpa kehendak serta tidak menghalalkan segara cara.
Dari kedua contoh diatas terlihat ada bagian (premis) tertentu yang diperluas dengan menambahkan keterangan, alasan, bukti, dan penjelasan pelengkap premis mayor. Pola silogistisnya tetap hanya saja jumlah keterangan atau atribut yang memperkuat tak terbatas, asalkan memperkuat, mempertegas, dan memperjelas premisnya.
·        Entimem
Merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor. pertama C=B karena C=A dan kedua karena C=A, berarti C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detil bagian perbagian yang akan memperbanyakgagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya entimem dimulai dari kesimpulan, hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan.
Contoh :
Ø Joko memang siswa yang baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Teratai Merah.
Ø Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Shanghai.
Ø Teman sebangku amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.
Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita melihat validitas-validitas premis, terutama premis mayor sebagai dasar bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik kesimpulan.
·        Sorites
Silogisme ini sangat cocok untuk bentuk-bentuk tulisan atau pembicaraan bernuansa persuasif. Silogisme ini didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung pada topik yang dikemukakan serta arah pembiasan yang dihubung-hubungkan demikian rupa sehingga predikatpremis pertama menjadi sunjek premis kedua, predikat premis kedua menjadi subjek premis ketiga, predikat premis kedua menjadi subjek premis keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang diambil dari subjek premis pertama dan predikat premis terakhir.

                   Pola digunakan sebagai berikut
                   S1………………..P1
                   S2………………..P2
                   S3………………..P3,dst.
                   Kesimpulan:S1………………..P3



Tidak ada komentar:

Posting Komentar