Berpikir/bernalar sebagai proses bahasa
Berbahasa
memerlukan kegiatan berpikir. Sebelum berbahasa kita pasti berpikir karenanya
tak salah jika mengatakan bahwa berbahasa identik dengan berfikir. Bernalar
adalah proses berfikir sistematis untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan
baik bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Bernalar akan membantu manusia berfikir
lurus, efisien, tepat dan teratur. Bernalar dimaksudkan untuk menghindari
kesalahan dalam segala aktivitas (berfikir ataupun bertindak) manusia
mendasarkan diri pada prinsip bernalar. Bernalar mengarah pada berfikir benar,
lepas dari berbagai prasangka dan emosi dan keyakinan seseorang, karena
bernalar mendidik manusia bersikap objektif, tegas, dan berani. Semua tadi
merupakan sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi. Penalaran adalah
proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah
proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah
proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut
menalar.
Metode dalam menalar
Metode induktif
Metode
berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak
dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki
berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Contoh:
Jika
dipanaskan, besi memuai.
Jika
dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
∴
Jika dipanaskan, logam memuai.
Jika
ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴
Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
Metode deduktif
Metode
berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya
perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari
media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi
sosial dan penanda status sosial.
Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran
berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen. Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak
dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk
proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa
argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis. Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk
pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa
pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan
terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi
penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi
sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika
seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar
dapat dipenuhi.
- Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
- Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Silogisme Sebagai Bentuk Hasil Penalaran Deduktif
Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang
didasarkan atas pernyataan-pernyataan (proposisi yang kemudian disebut dengan
premis) sebagai anteseden (pengetahuan yang sudah dipahami) hingga akhirnya
membentuk suatu kesimpulan (keputusan baru) sebagai konklusi atau konsekuensi logis.
Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan proporsi yang digunakan sebagai
dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, perlu dipahami
hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga penalaran kitabenar dan
dapat dierima nalar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan
konsep-konsep berikut ini :
1.
Pernyataan
pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyataan kedua
disebut premis minor.
2.
Dalam
silogisme hanya terdapat tiga term (batasan), yaitu term satu yaitu predikat
dalam premis mayor, term dua yaitu predikat dalam premis minor dan term tiga
yaitu term yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor.
3.
Dalam
silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan.
4.
Bila
keduapermis negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
5.
Bila
salah satunya premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6.
Bila
salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7.
Kedua
premis tidak boleh partikular.
1. PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B
Macam-macam silogisme
Silogisme dapat dibedakan menjadi tiga yaitu silogisme
kategorial, silogisme hipotesis, dan silogisme alternatif. Namun, bisa juga
dibedakanmenjadi dua yang lain yakni silogisme kategorial dan silogisme
tersusun.
1.
Silogisme
kategorial
Silogisme kategorial disusun
berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan kategoris. Premis yang mengandung
predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang
mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
2.
Silogisme
tersusun
Dalam praktik kehidupan
sehari-haribentuk dliogisme diatas (kategorial) sering tidak diikuti sebagai
mestinya, melainkan diambil jalan pintas demi lancar dan cepatnya komunikasi
antarpihak. Berikut ini bentuk-bentuk yang dimaksud, yang sebenarnya merupakan
perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial. Silogisme ini dapat dibedakan
dalam tiga golongan yakni epikherema, entimem, dan sorites.
·
Epikherema
Merupakan
jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah
satu premisnya atau keduannya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambah
keterangan sebab:penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun
pembuktian keberadaannya.
Perhatikan
contoh berikut :
Semua
pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak milik bersama
dan menomorduakan kepentingan pribadinya.
Semua
orang nasionalis adalah pejuang sebab mereka senantiasa bekerjatanpa kehendak
serta tidak menghalalkan segara cara.
Dari
kedua contoh diatas terlihat ada bagian (premis) tertentu yang diperluas dengan
menambahkan keterangan, alasan, bukti, dan penjelasan pelengkap premis mayor.
Pola silogistisnya tetap hanya saja jumlah keterangan atau atribut yang
memperkuat tak terbatas, asalkan memperkuat, mempertegas, dan memperjelas
premisnya.
·
Entimem
Merupakan
bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang disederhanakan, tanpa
menampilkan premis mayor. pertama C=B karena C=A dan kedua karena C=A, berarti
C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detil
bagian perbagian yang akan memperbanyakgagasan dan konsep. Hubungan logis
memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya entimem dimulai
dari kesimpulan, hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab untuk sampai kepada
kesimpulan.
Contoh
:
Ø Joko memang siswa yang baik masa
depannya sebab ia bersekolah di SMA Teratai Merah.
Ø Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia
berasal dari Shanghai.
Ø Teman sebangku amat pintar. Ia memang
dilahirkan dalam shio macan.
Bila kita cermati, ketiga contoh
tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian
silogismenya, kita melihat validitas-validitas premis, terutama premis mayor
sebagai dasar bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik
kesimpulan.
·
Sorites
Silogisme
ini sangat cocok untuk bentuk-bentuk tulisan atau pembicaraan bernuansa
persuasif. Silogisme ini didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung pada
topik yang dikemukakan serta arah pembiasan yang dihubung-hubungkan demikian
rupa sehingga predikatpremis pertama menjadi sunjek premis kedua, predikat
premis kedua menjadi subjek premis ketiga, predikat premis kedua menjadi subjek
premis keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang
diambil dari subjek premis pertama dan predikat premis terakhir.
Pola
digunakan sebagai berikut
S1………………..P1
S2………………..P2
S3………………..P3,dst.
Kesimpulan:S1………………..P3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar